Rabu, 13 Januari 2010

... Maaf Tuhan, Saya Lagi Sibuk ... !

catatan facebook Oleh: Ibnu Wibowo | 13 Desember 2009

Begitulah tulisan menggelitik hati yang terpampang di punggung kaos salah seorang mahasiswa ushuluddin di sebuah perguruan tinggi Islam negeri di Semarang. Tulisan yang simpel, namun memberikan makna yang luar biasa. Begitu berani…. Entah apa maksud si pembuat kaos, apakah untuk menunjukkan jati dirinya bahwa ia punya kesibukan yang tidak bisa diganggu meski Tuhannya memanggilnya menghadap, atau ia memiliki misi mengingatkan orang-orang lain yang kebetulan membacanya bahwa selama ini kita sudah terlalu sering larut dengan kesibukan duniawi, materi hingga lebih memilih mengabaikan Tuhan.

Namun terlepas apapun maksud si pembuat dan pemakai kaos tersebut, kita tidak perlu menghakiminya, justru lebih baik apabila kita mau instrospeksi diri, betulkah selama ini kita sudah meninggalkan Tuhan dalam aktivitas keseharian kita? Apakah kita hanya mengingatNya apabila kita berada di tempat-tempat ibadah, atau pengajian-pengajian saja? Dimanakah Tuhan saat kita sedang bekerja, sedang berolahraga, lebih ekstrim lagi di mana Tuhan manakala kita sedang menjalankan amanatNya menjadi bendahara, menjadi pejabat, menjadi pengambil keputusan, atau menjadi apapun. Apakah Tuhan kita libatkan saat itu?

Mungkin dalam benak pikiran kita, apakah perlu Tuhan kita libatkan dalam hal-hal seperti itu? Kan lebih baik Tuhan ada di momen-momen besar saja, ngurusi alam semesta (he..he… manusia termasuk bagian alam semesta juga lho..!), tidak usah ikut campur urusan manusia. Biar manusia sendiri yang berpikir dan menyelesaikan masalah kemanusiaannya sendiri tanpa campur tangan Tuhan. Kan manusia sudah diberi akal ….?

Begitu kira-kira jawaban manusia yang terlalu mengagungkan akalnya, eksistensinya di dunia ini, seolah-olah ia mampu menyelesaikan segala persoalannya.

Hasilnya ? Dapat kita lihat, manusia menciptakan perdamaian dengan kekerasan (lihat perang Irak, Afghanistan, Palestina,dll), menciptakan teknologi baru dengan tanpa mengindahkan kerusakan lingkungan. Semua itu didasari dengan niat “luhur” perdamaian, kemajuan dan peradaban manusia. Demikiankah sebuah niat mulia musti diawali dengan proses-proses yang tidak benar? “Benar”, jawaban manusia dengan akalnya. Namun lihat, bukankah hasilnya berkebalikan dari niat awalnya, nyawa manusia tidak dihargai, kerusakan lingkungan yang mengkhawatirkan… Demikiankah sebuah peradaban yang beradab akan dibangun?

“Tidak !!!!”, itulah jawaban manusia yang memiliki akal dan hati, manusia seutuhnya. Manusia yang tidak hanya mengagulkan akalnya saja, namun masih butuh kehadiran Tuhan dalam setiap aktivitas dan keputusan yang diambilnya. Kita butuh Tuhan dalam kita memandang, mendengar, berjalan, bekerja dan berpikir. Sehingga yang kita hasilkan bukan semata-mata produk manusia an sich, namun juga tampak karya Tuhan didalamnya. Manakala kita sebagai guru, kita hadirkan Tuhan dalam mengajar dan mendidik siswa-siswanya, lihat hasilnya. Manakala kita sebagai bupati, gubernur, anggota dewan, menteri, presiden, kita hadirkan Tuhan, lihat hasilnya. CINTA.

Kita hidup, negara hidup, bukan keuntungan ekonomi dan materi semata yang dicari, bukan hanya menciptakan rakyat yang kaya-kaya, namun ketentraman, kedamaian dan cinta. Akan kita rasakan bagaimana seandainya Pemimpin negeri ini memimpin dan menjalankan amanahnya dengan cinta dan Rakyat yang dipimpin juga menjalankan tugasnya dengan cinta.

Dan itu butuh TUHAN…!
Ya Tuhan, saya siap untukMu…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar